Senin, 15 November 2021

Al-Qur'an Mampu Membersihkan Hati

Dari Abdullah bin Umar r. huma. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya hati ini dapat berkarat sebagaimana berkaratnya besi bila terkena air.” Beliau ditanya “Wahai Rasulullah, bagaimana cara membersihkannya?” Rasulullah saw. bersabda, “Memperbanyak mengingat maut dan membaca al Qur’an.” (Hr. Baihaqi) Banyak berbuat dosa dan lalai dari dzikrullah menyebabkan hati berkarat seperti berkaratnya besi bila terkrna air. Dengan memperbanyak membaca al Qur’an dan mengingat maut, hati akan menjadi bersinar kembali. Hati itu bagaikan cermin, semakin kotor cermin itu maka semakin redup sinar ma’rifat yang dipantulkannya. Sebaliknya, semakin bersih cermin itu, semakin terang pantulan sinar ma’rifatnya. Oleh karena itu, barangsiapa terperosok kedalam godaan nafsu maksiat dan tipu daya syetan, maka akan terjauhlah dari ma’rifatullah. Untuk membersihkan hati yang kotor, para ulama suluk (tasawuf) menganjurkan agar melakukan mujahadah dalam riyadhah, dzikrullah, dan beribadah. Disebutkan dalam beberapa hadits bahwa ika seseorang hamba berbuat dosa, maka muncullah satu titik hitam di hatinya. Jika ia sungguh-sungguh bertaubat, maka akan muncul titik hitam lainnya, dan demikianlah seterusnya. Jika dosa yang telah dilakukannya begitu banyak, maka hati akan menjadi hitam sehingga hilangnya keinginannya terhadap kebaikan. Bahkan hati selalu condong ke arah kejahatan. Semoga Allah menjaga diri kita dari hal yang demikian. Al Qur’an telah menyebutkan tentang hal ini dalam ayat: “Sekali-kali tidak, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Qs. Al Muthaffifin [83] : 14) Rasulullah saw. bersabda, “Aku tinggalkan pada kalian dua nasihat, yang satu berbicara, dan yang lain diam. Yang berbicara adalah al Qur’an dan yang diam adalah mengingat maut.” Nasihat-nasihat beliau itu akan bernilai bagi mereka yang siap menerima dan menganggapnya penting. Sedangkan bagi mereka yang menilai bahwa agama itu tidak berharga dan hanya menghalangi kemajuan, tentu ia tidak akan mempedulikan nasihat tersebut, apalagi mengamalkannya. Hasan bashri rah.a. berkata, “orang-orang dahulu memahami al Qur’an itu sebagai firman Allah. Sepanjang malam mereka sibuk bertafakkur dan bertadabbur terhadap al Qur’an (memikirkan isi kandungan al Qur’an), dan sepanjang harinya mereka sibuk mengamalkannya. Sedangkan kalian hanya memperlihatkan huruf, fathah, dan dhamahnya, tanpa menganggapnya sebagai firman Allah, sehingga tidak pernah mentafakkuri dan mentadabburinya